2 Metode Pencatatan Persediaan Fisik Perpetual
SISTEM PERIODIK vs SISTEM PERPETUAL

Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum kenal dengan istilah “stok”. Di Eropa, sampai sekarang masih menggunakan istilah “stock”. Tetapi secara internasional persediaan disebut dengan istilah “inventory”, yang disebut stock justru saham.
Mau disebut inventory, mau disebut stock, silahkan. Yang lebih penting di sini: wujud dari persediaan itu berupa apa? Wujud fisik persediaan suatu perusahaan tergantung pada jenis usahanya. Meskipun pada kenyataannya ada banyak jenis atau model usaha, dalam akuntansi—untuk tujuan penyederhanaan—jenis usaha biasanya hanya dibagi menjadi 3 kelompok saja. Berikut adalah 3 jenis perusahaan beserta persediaannya:- Perusahaan Jasa (misal: konsultan, agen, broker, dll) – Tidak memiliki persediaan
- Perusahaan Dagang (misal: toko, mini market, dll) – Persediaannya berupa barang jadi
- Perusahaan Manufaktur (misal: pabrik gula, pabrik pakaian jadi, dll) – Persediaannya berupa: (a) bahan baku; (b) bahan penolong; (c) barang dalam proses; dan (d) barang jadi.
- Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok “Aktiva Lancar” (current assets)—setelah akun “Piutang” (silahkan lihat contoh format Neraca), sehingga besar-kecilnya nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai aktiva (aset) secara keseluruhan.
- Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya PENGGUNAAN persediaan (bahan baku, bahan penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya “Harga Pokok Penjualan” (HPP), yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya “Laba” atau “Rugi” yang disajikan di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya, besar-kecilnya laba/rugi yang dibukukan pada suatu periode akuntansi berimplikasi terhadap besar-kecilnya “Laba Ditahan” (Retained Earning) yang disajikan di Neraca—persisnya di kelompok akun “Ekuitas.”
- Saldo awal = Rp 20,000,000
- Pembelian Bersih Jan s/d Des 2012 = Rp 150,000,000
- Saldo akhir 31 Desember 2012 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp 22,000,000
“Oke. Dengan sistim perpetual setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan volume persediaan selalu dicatat dengan memasukan jurnal begitu transaksi terjadi. Apakah dengan sistim periodik transaksi-transaksi yang terjadi tidak dicatat samasekali?” Mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Tentu saja dicatat. Hanya saja, biasanya, menggunakan nama akun berbeda dibandingkan jika menggunakan sistim perpetual. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat transaksi-per-transaksi. Lanjut… Ada banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik dan perpetual transaksi-per-transaksi, jurnal-per-jurnal. 1. Pembelian dan Penjualan Barang Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsung ke akun “Persediaan,” dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume persediaan langsung terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada transaksi pembelian dan penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat hanya kenaikan nilai dan volume persediaan melalui akun yang disebut dengan “Pembelian”, sementara tidak mencatat adanya penurunan pada setiap transaksi penjualan yang terjadi (penurunan persediaan diakui sekaligus di akhir periode dengan melakukan pemeriksaan fisik). Untuk lebih jelasnyanya, kita lihat contoh berikut ini:JAK Mart, Perusahaan Grossir, menunjukan data sbb: (a) Saldo Awal Persediaan = 100 units @ Rp 60,000 = Rp 6,000,000 (b) Pembelian = 900 units @ Rp 60,000 = Rp 54,000,000 (c) Penjualan = 600 units @ Rp 120,000 = Rp 72,000,000 (d) Saldo Akhir = 400 units @Rp 60,000 = Rp 24,000,000Jika JAK Mart menggunakan sistim perpetual, maka alur transaksi dan jurnalnya akan nampak sbb: (a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000 (b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal: [Debit]. Persediaan = Rp 54,000,000 [Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000 (c) Penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000 per unit dicatat dengan sepasang jurnal: [Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000 [Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000 (Untuk mengakui penjualan dan piutang) Dan; [Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000 [Kredit]. Persediaan = Rp 36,000,000 (Untuk mengakui harga pokok penjualan sekaligus penurunan nilai inventory, 60,000 x 600 = Rp 36,000,000.) (d) Kecuali ada perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan buku, maka tidak ada jurnal penyesuaian yang perlu dimasukan. Saldo akhir persediaan otomatis menunjukan nilai Rp 24,000,000.(Note: Untuk menghindari penggunaan cost flow—yang bisa membingungkan, kita asumsikan cost per unit persediaan konstan dari awal hingga akhir periode)
Bagaimana jika JAK Mart menggunakan sistim periodik? Jurnalnya akan nampak sebagai berikut:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000 (b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal: [Debit]. Pembelian = Rp 54,000,000 (menggunakan akun pembelian) [Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000 (c) Pada sistim periodik, penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000/unit dicatat hanya dengan satu jurnal saja—untuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note: penurunan persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus di akhir periode): [Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000 [Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000 (Untuk mengakui penjualan dan piutang) (d) Di akhir periode, setalah dilakukan penghitungan fisik, JAK memasukan jurnal penyesuaian—untuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus ‘menghapus’ saldo akun “Pembelian”—sebagai berikut: [Debit]. Persediaan = Rp 18,000,000 [Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000 [Kredit]. Pembelian = Rp 54,000,000Note: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo akun “Pembelian” menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 24,000,000 (=saldo awal 6,000,000 + adjustment kenaikan 18,000,000), dan muncul Harga Pokok Penjualan di Laporan Laba-Rugi sebesar Rp 54,000,000 (=6,000,000 + 54,000,000 – 24,000,000).
2. Retur Pembelian, Diskon Pembelian dan Cadangan Apa yang terjadi jika ada retur pembelian atau diskon? Perusahaan yang menerapkan sistim periodik, disamping menggunakan akun “Pembelian”—yang bersaldo debit mereka juga menggunakan 2 kontra-akun pembelian (bersaldo kredit) yang diberi nama “Retur Pembelian” dan “Diskon Pembelian.” Jika ada pembelian yang dikembalikan (retur pembelian) atau memeperoleh potongan, maka kontra akun ini menjadi pengurang nilai “Pembelian”. Hasil silang saldo “Pembelian” dan kedua kontra-akun ini menghasilkan apa yang disebut dengan “Pembelian Bersih”. Bagaimanapun juga, semua slado akun ini (Pembelian, Diskon Pembelian dan Retur Pembelian) bersifat sementara saja, nantinya akan dihapus degan jurnal penyesuaian di akhir periode (seperti terlihat pada contoh jurnal penyesuaian sebelumnya). Untuk lebih konkoretnya, kita buat satu contoh transaksi:Karena adanya kerusakan, JAK Mart mengembalikan pembelian barang sebesar Rp 7,000,000.Jika JAK Mart menerapkan sistim perpetual, maka JAK akan mengakui penurunan nilai utang sekaligus langsung mengakui penurunan nilai persediaan, dengan jurnal: [Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000 [Kredit]. Persediaan = Rp 7,000,000 (Note: Pengembalian barang mengurangi nilai persediaan sebesar Rp 7,000,000)
Jika JAK Mart menerapkan sistim periodik, maka jurnalnya adalah sbb:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000 [Kredit]. Retur Pembelian = Rp 7,000,000 (Note: pembelian megurangi nilai pembelian)Lanjut dengan diskon…
Di lain kesempatan JAK Mart membeli barang sebesar Rp 10,000,000 dengan termin kredit 2/10, n/30. Karena JAK Mart bisa melakukan pelunasan seminggu setelah pembelian, maka JAK Mart memperoleh diskon 2%. Bagimana jurnalnya?Jika menerapkan sistim perpetual, maka saat pembelian JAK Mart memasukan jurnal: [Debit]. Persediaan = Rp 10,000,000 [Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000 Saat pelunasan, diskon Rp 200,000 tersebut sekaligus diakui sebagai pengurang nilai persediaan, dengan jurnal: [Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000 [Credit]. Persediaan = Rp 200,000 [Credit]. Kas = Rp 9,800,000
Jika menggunakan sistim periodik, maka saat pembelian jurnal yang dimasukan adalah:
[Debit]. Pembelian = Rp 10,000,000 [Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000 Diskon yang diperoleh tidak diakui sebagai pengurang nilai persediaan (ingat: sistim periodik tidak mencatat persediaan tetapi “pembelian”), melainkan dicatat sebagai “Diskon Pembelian.” Sehingga jurnal yang dimasukan ketika melakukan pelunasan adalah sbb: [Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000 [Credit]. Diskon Pembelian = Rp 200,000 [Kredit]. Kas = Rp 9,800,0003. Retur Penjualan dan Diskon Penjualan
Transkasi lainnya yang terkait dengan persediaan adalah retur penjualan dan diskon penjualan. Pada transaksi ini, baik sistim perpetual maupun sistim periodik sama-sama meggunakan akun yang diberi nama “Retur Penjualan” dan “Diskon Penjualan”—yang kedua-duanya merupakan kontra-akun penjualan (bersaldo debit), bedanya hanya di pengakuan “Harga Pokok Penjualan”. Pada sistim perpetual return penjualan, disamping mengakui penurunan piutang dagang dan penurunan penjualan (dengan akun “retur penjualan”) juga mengakui penurunan harga pokok penjualan dan persediaan. Sedangkan pada sistim periodik, tidak. Misalnya:JAK Mart menerima barang kembali dari pelanggan (karena cacat) senilai Rp 6,000,000. Harga Pokok Penjualan barang yang diretur tersebut adalah Rp 3,000,000. (Kita asumsikan pengakuan penjualan menggunakan metode bruto/gross method)Jika menggunakan perpetual, maka JAK Mart akan mencatat retur tersebut dengan sepasang jurnal: [Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit) [Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000 (Untuk mengakui retur penjualan) Dan; [Debit]. Persediaan = Rp 3,000,000 [Kredit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 3,000,000 (Untuk mengakui barang persediaan yang telah dikembalikan sekaligus menguragi harga pokok penjualan).
Sedangkan jika menggunakan sistim periodik, JAK Mart hanya akan memasukan satu jurnal saja, yaitu:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 [Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000 (Untuk mengakui retur penjualan)Catatan: Sistim periodik baru akan menghitung saldo persediaan dan mengakui harga pokok penjualan di akhir periode—setelah penghitungan fisik dilakukan.
Selanjutnya, diskon penjualan. Bagaimana pencatatanya?Oke. Anggap JAK Mart memberikan diskon Rp 200,000 atas pelunasan pembelian sebesar Rp 10,000,000 dari pelanggan (masih menggunakan metode pengakuan penjualan bruto/gross method)Sistim perpetual dan sistim periodik memasukan jurnal yang sama persis untuk pelunasan yang mengandung diskon penjualan. Dalam contoh ini: [Debit]. Kas = Rp 9,800,000 [Debit]. Diskon Penjualan = Rp 200,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit). [Kredit]. Piutang Dagang = Rp 10,000,000
Secara keseluruhan, dari pebandingan jurnal—antara sistim periodik dan perpetual, jelas terlihat bahwa:
Terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan sistim perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai saldo akhir persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yang disajikan di laporan laba-rugi), akan menunjukan hasil yang sama. Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada setiap pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebit/mengkredit akun “Persediaan” untuk setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan persediaan. Sedangkan sistim periodik—untuk sementara—menggunakan akun “Pembelian” untuk setiap penambahan persediaan dan baru memperhitungkan penurunan persediaan di akhir periode—sertelah penghitungan fisik dilakukan.Bagaimana jika perusahaan yang menerapkan sistim periodic—terpaksa harus menyajikan laporan padahal periode belum berakhir—misalnya: untuk pengajuan kredit? Perusahaan bisa (a) menggunakan laporan periode sebelumnya, atau (b) melakukan penghitungan fisik saat itu juga lalu menjalankan prosedur seperti yang dilakukan di akhir periode.
Oke. Penerapan sistim periodik atau perpetual tidak ada pengaruhnya terhadap laporan keuangan. Bagaimana dengan pengelolaan persediaan dan keuangan secara keseluruhan? Mari kita lihat implikasinya… Lanjut… Dari perbenadingan di atas, jelas terlihat bahwa: untuk tujuan pengawasan persediaan, sistim perpetual jauh lebih baik dibandingkan sistim periodik. Dengan sistim perpetual, management dapat mengetahui nilai persediaan sewaktu-waktu—tanpa perlu menunggu hingga akhir periode. Khususnya di perusahaan-perusahaan manufaktur, pengawasan terhadap barang persediaan sangat kompleks—dengan adanya potensi barang scrap dan cacat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan jenis lain. Dalam kondisi seperti ini, jika sistim persediaan yang diterapkan adalah sistim periodik—dimana penurunan (volume dan nilai persediaan) baru diperhitungkan di akhir periode, maka kesempatan untuk mengetahui adanya pemborosan bahan baku, bahan penolong dan kemungkinan adanya barang cacat saat dalam proses produksi menjadi lebih sulit ditelusuri—kemungkinan baru diketahui setelah di akhir periode, dengan kata lain: sudah terjadi. Efektifitas pengawasan terhadap barang persediaan berimplikasi besar terhadap pengelolaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Terutama di perusahaan dagang dan manufaktur, sebagian besar kekayaan (asset) perusahaan ada di persediaan—entah itu berupa bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi. Diantara banyaknya beban yang ditanggung oleh operasional perusahaan, penggunaan persediaan cenderung mendominasi. Jika scope-nya dipersempit, persediaan bahkan mengkonsumsi modal kerja (working capital) paling besar. Itu sebabnya, bagi managemen perusahaan, pemilihan sistim persediaan yang akan diterapkan (apakah menggunakan sistim perpetual atau periodik) menjadi sangat krusial.“Lalu, apakah sebaiknya saya menerapkan sistim persediaan perpetual atau periodik?” Mungkin ada yang berpikir demikian. Kita pindah ke paragraph selanjutnya…
Jawaban atas pertanyaan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi opersional perusahaan anda sehari-hari. Dari aspek pelaporan keuangan, menurut saya, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Menggunakan sistim perpetualpun, toh di akhir periode anda masih harus melakukan stock opname (inventory physical count) untuk memverifikasi keakuratan data persediaan yang diperoleh dari sistim perpetual. Dan, jika terjadi perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir buku, toh anda masih harus membuat rekonsiliasi dan inventory adjustment, iya kan? Tetapi dari aspek pengawasan persediaan, sistim perpetual jelas lebih baik dibandingkan sistim periodik. Tetapi perlu di sadari bahwa: menerapkan sistim perpetual artinya anda harus siap melakukan pencatatan setiap kali ada transaksi sehubungan dengan persediaan. Untuk perusahaan-perusahaan berskala besar, jelaslah bahwa sistim perpetual selalu lebih baik—lagipula tenaga untuk melakukan input data setiap saat selalu ada. Tetapi untuk perusahaan berskala sedang dan kecil, menerapkan sistim perpetual bisa menjadi tantangan tersediri. Masih perlu melihat kondisi operasional perusahaan sehari-hari.Untuk mempermudah, saya buatkan 2 macam perusahaan—dengan karakter opersional yang sangat berbeda, sebagai ilustrasi:
1. Perusahaan Pertama, Computer Wholesaler – Anda mengelola perusahaan yang menjual komputer dalam jumlah besar, pangsa pasar perusahaan anda bisa jadi pengguna akhir maupun pedagang computer eceran. Sebelum memilih apakah menggunakan sistim persediaan periodik atau perpetual, anda perlu mempertimbangkan kondisi operasional perusahaan anda. Bagaimana kondisinya?- Barang dagangan anda adalah tergolong bernilai tinggi
- Iklan produk/perushaan anda muncul di TV atau suratkabar lokal setiap hari
- Volume penjualan harian anda sangat tinggi
- Anda mempekerjakan lebih dari 40 orang pegawai sales
- Anda membayangkan bahwa pelanggan akan sangat kecewa jika mereka datang berbelanja tetapi barang persediaan yang anda iklankan ternyata sudah habis terjual
- Penjualan paling banyak terjadi di waktu pagi—saat sebagian besar orang buru-buru ke tempat kerja atau ke kampus, dan petang hari—saat sebagian besar orang buru-buru pulang ke rumah setelah seharian bekerja.
- Anda menjual berbagai macam barang mulai dari kertas tisu, permen, koran/majalan, gantungan kunci, stationary, minuman dingin, kue kotak, dll
- Anda hanya memiliki 2 orang pegawai yang untuk melayani pembeli di waktu-waktu padat sudah terlihat kewalahan, sehingga sering anda sendiri yang ikut membantu.
- Di jam-jam padat, banyak pelanggan yang sampai harus mengantri untuk membayar—sementara mereka hanya membeli barang-barang kecil yang sesungguhnya bisa dibeli di toko mana saja.
Kls : XII AK 1
Gallery Perbedaan Perpetual Dan Periodik
Pencatatan Persediaan Periodik Dan Perpetual Contoh Transaksi
Materi Lab 5 Merchandising Company Pengantar Akuntansi
Metode Pencatatan Perpetual Dan Periodik Youtube
Pencatatan Persediaan Periodik Dan Perpetual Contoh Transaksi
Pengertian Periodik Dan Perfektual Dan Berikan Contoh Nya
1 Pengantar Akuntansi 1 Pdf Document
Pengantar Akuntansi D0nxwrpgeglz
Persediaan Pengertian Tujuan Pencatatan Penilaian
Perbedaan Metode Periodik Dan Perpetual Air Mata Daun
Modul Mata Kuliah Journalisme Online Ayo Menulis Fisip Uajy
Perbedaan Metode Perpetual Dan Periodik Himaka Unitri
Prosedur Teknis Penghitungan Fisik Persediaan Stock Opname
3 Menghitung Potongan Penjualan Dan Retur Keringan Harga 6
Financial Reporting Analysis Inventory Life Explorer
Pengantar Akuntansi D0nxwrpgeglz
Metode Sistem Pencatatan Persediaan Periodik Dan
Jurnal Umum Perusahaan Dagang Lengkap 2 Metode
48011194 Modul Pca Inventory Accounting
Pencatatan Persediaan Periodik Dan Perpetual Contoh Transaksi
Kelompok 2 Atma S Asep Badru Salam Badriah Cyntia Rossa
Menurut Martani 2012253 Sistem Pencatatan Persediaan
Modul Mata Kuliah Journalisme Online Ayo Menulis Fisip Uajy
Doc Sistem Penilaian Persediaan Fariz Fernazi Academia Edu
Akuntansi Persediaan Bahan Jadi Mkpbj I
Comments
Post a Comment